Wednesday, January 23, 2013

Rawa Mbojo (Kapatu Mbojo)


 









      Musik vokal dalam bahasa Bima-Dompu adalah “rawa” yang artinya sama dengan “lagu” atau “nyanyian”. Lagu atau nyanyian yang diiringi dengan musik instrumen tunggal biola atau gambo, dan boleh juga diiringi instrumen biola bersama gambo. Rawa Mbojo merupakan seni musik yang sangat digemari oleh masyarakat Bima baik di Bima maupun di Dompu. Lazimnya ditampilkan sebagai acara hiburan pada upacara pernikahan dan kadang-kadang dilaksankan di sawah ladang, sebagai hiburan bagi para remaja yang sedang menanam atau memanem padi.
Pada akhir-akhir ini rawa Mbojo sering dipentaskan pada kegiatan festival dan pergelaran seni tradisional di tingkat Kabupaten dan Provinsi, bahkan sampai di tingkat nasional. Rawa Mbojo biasa dinyanyikan oleh seorang penyanyi perempuan dengan berbusana rimpu. Tetapi sering pula dinyanyikan oleh dua orang dan kadang dinyanyikan oleh penyanyi laki-laki.

Berdasarkan jenis “Ntoko” (irama) serta isi “patu rawa” (pantun lagu) pada setiap ntoko, rawa Mbojo terdiri dari :

a.    Ntoko Sera
Merupakan ntoko rawa Mbojo yang tertua, sudah mulai dikenal sejak jaman keajaan. Dinyanyikan dengan ntoko atau irama mirip seriosa, melantunkan kata yang berisi luapam rasa rindu kepada sang kekasih dan rasa kagum terhadap keindahan alam. Ntoko sera dilantunkan ketika seorang sedang berkelana di sera atau padang nan luas dikelilingi gunung yang menghijau. Karena itu ntoko diberinama ntoko sera (padang nan luas), sayang, pada akhir – akhir ini, sudah jarang penyanyi yang dapat melantunkan ntoko sera.
b.   Ntoko Tambora
Termaksud ntoko tertua sesudah ntoko sera. Ntoko Tambora mirip irama keroncong, biasanya dinyanyikan oleh para pelaut dikala kapal atau perahu mereka sedang diserang badai dan gelombang besar. Pada suasana yang mencekam itu mereka melantunkan ntoko dengan patu yang menggambarkan suasana laut tidak bersahabat serta rasa rindu kepada sanak keluarga yang ditinggalkan. Suasana laut yang bergelombang besar dan tinggi bagaikan Gunung Tambora, karena itu ntoko ini dinamakan Ntoko Tambora.
c.    Ntoko Lopi Penge
Lopi penge dapat diartikan sebagai perahu (lopi) yang tidak jemu dan tidak bosan berlayar (penge). Ntoko ini biasa dilantunkan oleh para pelaut dan nelayan di kala sedang berlayar di samudera nan luas lagi tenang damai. Kerinduan pada kedamaian dan keindahan laut, mengundang para pelaut untuk terus berlayar sepanjang waktu.
d.   Ntoko Dali
Ntoko Dali merupakan Ntoko yang sangat digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Patu berisi nasehat dan petuah untuk melaksanakan ibadah dan segala amal shaleh serta menjauhkan diri dari perbuatan tercela. Nasehat itu berasal dari intisari dalil (dali), karena itu ntoko ini di berinama “dali”. Ntoko ini mulai populer pada zaman kesultanan , dijadikan sebagai media dakwah.
e.    Ntoko Haju Jati
Pada awalnya, ntoko ini biasanya dinyanyikan sebagai pelepas lelah di kala sedang menebang kayu jati di tengah hutan belantara. Seraya menebang dan memotong serta menggeragaji kayu, para tukang kayu melantunkan ntoko yang patunya berisi pujian terhadap kekuatan serta ketahanan kayu jati untuk bahan bangunan rumah. Oleh sebab itu ntoko ini diberi nama ntoko haju jati.
f.    Ntoko Kanco Wanco
Melalui ntoko dan patu kanco wanco, penyanyi melukiskan kisah kehidupan yang penuh dengan tantangan dan ujian, bagaikan sebuah perahu yang sedang diterpa gelombang.
g.   Ntoko Salondo Reo dan Rindo
Patu ntoko salondo reo berisi ratapan hati anak istri dan masyarakat Reo di Manggarai, karena mereka hidup berpisah dengan suami dan saudaranya yang ditawan dan dijadikan abdi Istana oleh para Sultan Bima. Selain ntoko salondo reo, adalagi ntoko yang berisi kritikan dari masyarakat Manggarai atas kekejaman para Sultan Bima yang menawan suami dan saudara mereka. Ntoko dan patu kritikan populer dengan nama “rindo”. Walau dua jenis Ntoko berisi kritikan terhadap para Sultan, namun tidak dilarang untuk berkembang di lingkungan masyarakat. Bahkan pada upacara-upacara adat kesultanan, dua jenis Ntoko ini di senandungkan dihadapan Sultan dan para pembesar negeri.
Masih banyak lagi jenis Ntoko Rawa Mbojo yang hidup dan berkembang di tengah masyarakat, dari sekian banyak Ntoko-Ntoko itu antara lain Ntoko Jiki Maya, Teke Mpende, Sajoli, E’aule dan Tembe Jao Galomba. (Sumber : M. Hilir Ismail,Linda Yuliarti)

0 comments:

Post a Comment